09-01-16
Suamiku, aku tidak tau apa aku harus
bahagia atau sedih menantikan kelahiran anak pertama kita. Aku tau seharusnya
aku bahagia karena kehamilanku sudah kita tunggu setahun lamanya, bahkan
setelah dibumbui keguguran waktu itu.
Sayang, ada beberapa hal yang ingin aku
sampaikan kenapa semua ini terasa berat. Entah kenapa aku sudah terlalu sering
merenggut kebahagiaanmu. Aku malu dan merasa banyak berhutang budi padamu.
Seringkali kamu mengalah untuk kebahagiaanku.
Pertama, sejak lulus kuliah, kamu rela
meninggalkan kampung halaman selama 1 tahun untuk mencari biaya menikahiku
padahal aku tau, sejak dulu sebenarnya setelah lulus kamu ingin mengajar di
sekolah, menyapaikan ilmu yang kamu dapat selama di bangku kuliah.
Kedua, setelah kita menikah, melalui
proses pencarian kerja yang panjang, akhirnya kamu bisa meraih mimpimu yang
tertunda, yaitu mengajar. Sebuah sekolah bernama MA-ALHIKAM memberikan sejarah
baru untuk sukacitamu itu. kamu sangat menikmati peranmu sebagai seorang guru,
meski digaji 100 ribu pertigabulan. Aku tau kamu belajar siang malam agar bisa
memberikan yang terbaik pada anak didikmu. Aku bahkan baru kali ini melihatmu
begitu bersahabat dengan buku, tak kenal tempat dan waktu. Saat kita
mengunjungi orangtuaku, ranselmu akan terisi penuh dengan buku-buku tebalmu.
Aku merasakan betapa kamu sangat menjiwai peranmu sebagai seorang pendidik.
Tapi suamiku, maafkan aku karena aku
telah merenggut semua itu. aku diselimuti kebosanan dan keinginan untuk melanjutkan kuliah lagi,
aku tau berat buatmu untuk mengabulkan permintaanku, karena itu artinya kamu
harus melepaskan AL-HIKAM.
Tiba, di Jakarta, kenyataan tak seindah
bayangan, kita harus mencari kerja untuk bertahan ditengah kerasnya ibu kota.
Hampir semua jenis kendaraan pernah kita coba, setiap hari kita keliling
mencari kerja, tak mengenal takut meski baru 2 hari hidup di Jakarta. Terkadang
kita harus berpencar dan menyusuri ibukota sendiri-sendiri dengan harapan salah
satu diantara kita bisa secepatnya mendapatkan tumpuan hidup. sempat putus asa
ingin pulang saja tapi akhirnya doa-doa kita dijawab oleh Allah, setlah hampir
2 bulan naik turun angkot-metromini, kita mendapatkan pekerjaan.
Pekerjaan ideal dengan gaji ideal yang
kamu jalani hingga saat ini, menjelang 10 bulan. Kamu sangat mencintai
pekerjaanmu ini, rekan kerja, sahabat dan pelanggan setia kamu dpatkan disini.
Aku merasa dilimpahi keberkahan dan kemudahan.
10 bulannya kamu bekerja, itu berarti
kandunganku akan menginjak usia 5 bulan. Itu berarti aku akan pulang untuk
melahirkan, tak ada sanak saudara yang bisa diandalkan disini untuk membantuku
melahirkan anak pertama kita. Aku sedih, sangat sedih dan merasa bersalah
karena kita akan pulang lagi meninggalkan kepastian dan kemudahan yang kita
dapatkan disini. Kembali lagi aku akan memisahkanmu dari apa yang kamu senangi,
sahabat-sahabatmu, pasien-pasienmu dan pekerjaanmu. Maafkan aku sayang.