Minggu, 31 Mei 2015

20 Agustus.

20-08-2013, Sore, di Taman UNRAM

Angin sepoi-sepoi membelai kami yang sedang bercengkrama sore ini, di pinggir kampus Unram yang terkenal kharismatik itu, di bawah pohon rindang kami masih mendiskusikan masa depan yang serba tidak pasti, sambil terus sibuk memindai nomor-nomor telpon yang sekiranya dapat membantunya untuk sekedar sampai ke pulau seberang, Bali.

Di pandanginya mahasiswa yang masih lalu lalang dengan almamater kebesarannya, mucul seberkas kenangannya ketika dia masih tecatat sebagai mahasiswa IKIP Mataram.  Ada rasa bangga menyelimuti hati ketika para pengangguran di gang2 kecil menatap dengan decakan kagum, mengira bahwa dia adalah calon orang sukses, almamater mampu membodohi mereka, tuturnya.

Kini, kami menertawakan nasibnya. Titel yang dia sandang belum dapat memberikan kepastian pada secuil cita-cita yang dia harapkan setelah mendapat lembaran ijazah S1 itu.

Dari gelak tawa yang kami jadikan cara mengelabuhi diri akan sulitnya merengkuh masa depan, aku sebenarnya kasihan melihatnya, dia berpangku tangan melihat ke jalan raya, sebuah keluhan lirih terlontar dari bibirnya, “aku hanya ingin bekerja, apapun itu. Apapun…”
Suaranya tercekat, ada pesan masuk di handphonenya, sebaris pesan berisi kebersediaan orang memberinya pinjamanan uang untuk menyebrang ke Bali menghadirkan seberkas senyum yang tersungging dibibirnya.  Pulau dewata itu menjadi harapan terakhirnya untuk dapat mewujudkan mimpinya, mimpi kami. Mimpi untuk untuk dapat mengikat janji suci tahun depan, sebelum atau setelah aku wisuda. Ah, indahnya….
Tuhan, lindungi dia yang saat ini sedang menatapku dengan penuh cinta dan harap.  Semoga cinta itu masih ada saat dia kembali nanti, aku akan merindukannya. Sangat…

Dindamu
Myori


20-08-2014
Kami resmi menikah. ijab kabul dan walimatul urs' sederhana di laksanakan dengan penuh khidmat, Aku menulis catatan diatas tanggal 20 Agustus (tanpa rekayasa sama sekali)... dan 20 Agustus berikutnya, Allah mengijabah isi catatan tersebut... MasyaAllah.

Sabtu, 30 Mei 2015

Untuk Allah SWT…



To: Allah SWT

Dear God…
Izinkan aku jujur padamMu tentang suatu hal yang ganjil dalam diriku. Konyol, bukankah Engkau Maha Mendengar, lantas kenapa aku harus minta izin?
Baiklah, untukMu yang tengah menyaksikan hamba-hambaMu…
Aku baru kali ini berani menyapaMu seperti menyapa makhluk ciptaanMu, ku harap Kau tak tersinggung. Ah, kata “ku harap Kau tak tersinggung” ini juga sebetulnya sungkan untuk ku ucapkan.
Allah, bolehkan aku menganggapMu  sedang berada di depan hidungku? Agar aku bebas bercerita, berkeluh kesah seperti rasanya Engkau benar-benar hadir disini. Astaghfirullah, maafkan aku ya Allah, jika kalimat “seperti Engkau benar-benar hadir disini” menarik kesimpulan bahwa aku selama ragu bahwa Engkau selalu dekat dengan hambamu…
Allah, beberapa tahun lalu, ketika aku kelas 2 madrasah aliyah, rasanya damai sekali hidup ini, tenang tak bergelombang, aku yakin itu karena aku dan Engkau serasa tak berjarak, sangat dekat. Tahajjud, dhuha tak pernah aku tinggalkan, setiap hari, setiap malam dalam solat dan doaku, aku larut, tersungkur, luruh, rindu, merayu, aku jatuh cinta, jatuh cinta pada ibadahku, jatuh cinta padaMu. Padahal saat itu, aku tak punya banyak alasan untuk melakukan ritual-ritual di luar kwajiban yang telah Engaku tetapkan, tapi bagiku, melakukan lebih dari yang seharusnya adalah suatu kebanggan buat pecinta sepertiku.
Semua aman terkendali hingga aku masuk kuliyah, ku temukan ilmu untuk amalan-amalanku, aku berkenalan dengan Siti Fatimah, putrid Rasulullah yang dalam dirinya bercahaya surga, aku iri. Lalu ku ikuti setiap perbuatannya. Aku semakin jatuh cinta. Jatuh cinta pada Islam. Semua doaku terkabul, semua harapanku di ijabah, tak pernah ku berontak jika doa dan harapanku belum Kau jawab, serta merta keyakinan dari nabi Musa mengingatkanku. Aku bersabar dalam keyakinan dan kekuatan doa.
Menikahlah aku dengan laki-laki yang sering ku sebut dalam doaku, aku bahagia tak terperi, semakin ku kencangkan ibadahku bersama sang belahan jiwa, kami larut, terharu dalam ayatMu. Fabiayyialaairabbikumatukazzibaan…

Sampai akhirnya aku kacau oleh fikiranku sendiri. Kapan aku bisa memberi untuk orangtuaku? Maafkan aku jika aku memperlakukanMu seperti matematika, jika 1+1 maka harus dua. Jika aku begini maka Engkau harusnya begitu. Tapi bayang0bayang masa depan itu seperti suram… suramm… tak ada harapan… ampuni aku yang tak bersyukur ini…

Mungkin Jakarta bukan cita-citaku, tapi pelarianku, pelarian seorang sarjana yang tidak bisa apa-apa, yang seperti patung dalam singgasananya.  Jakarta, aku tersesat di dalamnya, aku haus akan materi yang tak kunjung ku dapat. Seluruh harapn dan impian telah ku tumbangkan dengan keputusan cepat, kuliah S2ku tak rampung, tak tega jika harus lagi-lagi menyusahkan orangtua untuk biayaku. Tak akan…

Aku mundur dari rencanaku, aku mencari kerja, berminggu-minggu, berbulan-bulan, harapan tinggal harapan. Dhuha dan tahajjud enggan kulakukan. Solatku seperti kilat yang menyambar-nyambar, cepat dan singkat tanpa penghayatan. Bacaan Al-quranku berat, seperti orang mau tak mau. Aku merasa Engkau tak sayang lagi padaku, aku merasa Engkau menjauhiku, aku merasa Engkau  mengikis cintaku padaMu, benarkah Engkau tak sudi lagi mendengar doaku? Benarkah Tuhan? Jangan jauh dariku, ku mohonn…
Ya Allah kenapa aku mersa Engkau sedemikian jauhnya hingga ibadahku tak lagi nikmat kurasa?  Ya Allah, kembalilah padaku, peluklah aku, hujamkan seluruh hatiku dengan cinta padaMu, aku ingin merasakan kedamaian itu lagi, bukan ombak yang terus menggulung-gulungku hingga aku terkapar tak berdaya. Ya Allah, dengarkan aku, ku mohon… kembalilah. Bukan Dia yang harus kembali, tapi aku…
Tak apa, aku miskin, tak apa aku pengangguran, jika Engaku selalu terasa ada, aku yakin akan baik-baik saja… Ya Allah Sang Maha pengasih… penuhi rongga dadaku dengan cintaMu.

Minggu, 17 Mei 2015

Masak Apa Hari Ini?






Buat para ibu-ibu nih… tapi bapak-bapak juga boleh, tentunya biar tau seperti apa isi kepala istri-istri anda! Hahah serius amat… tapi dari hasil survey kecil-kecilan saya, ada juga sih yang nggak bingung, ada yang nganggep enteng bahkan ada yang nggak mikirin karena bisa beli yang udah mateng aja.
Ehh saya belum jelasin ya, kita lagi bahas apa? Waduh main nyerocos aja gue!
Jadi, ibu-ibu… bapak-bapak sekalian… saya itu sering bingung mau masak apa, perasaan yang mau saya masak, udah saya masak kemarin, masak rendang, soto, sate, ayam bawang, soto koya, kari ayam tapi rasanya kaya itu-itu mulu deh. Ya iyalah itu kan Indomie semua… 
***


Saya jadi teringat ibu saya di kampung, cerita dikit, boleh?
Dulu waktu saya masih kecil sampai saya mau nikah, sering banget saya dengar ibu menggumam pas beliau mau tidur atau lagi nonton tivi, “besok masak apa yaa?” karena belum ada Royco Masak Apa Hari Ini? Atau mbah google belum naik daun yang bisa ditanya jadi kalo idenya belum muncul juga, ibu lempar pertanyaan ke forum. “yah, ayah mau dimasakin apa besok?” Tanya ibu ke ayah. Seperti biasa ayah selalu menjawab, “terserah masak apa aja, beberoq (sambal tomat) juga nggak apa-apa” Iya, jawaban ayah dari saya kecil selalu begitu, bukan karna ayah maniak beberoq tapi mungkin karena ayah orangnya nrimo tapi lebih mungkin lagi karena ayah memang malas mikir. Kalau ibu udah bingung level 9 terus ayah tetap setia dengan jawaban terserah-nya itu, ibu langsung keluarkan senjata andalannya, “memang mau dimasakin kelor?” kata ibu dengan intonasi seperti perampok yang sedang mengancam korban, “pilih harta atau nyawa?” dan dengan cepat ayah bilang “jangaannnn!” Secara ayah alergi kelor.

Pertanyaan itu juga sering di lempar ke saya, “kamu mau makan apa besok?” jawaban saya lebih diharapkan dibanding dua adik laki-laki saya, tanpa ditanyapun jawaban mereka bisa ditebak, kalau nggak ayam goreng ya ikan pari. Dari dulu dua bocah itu pilihannya itu-itu terus, nggak bosan-bosan walaupun setiap hari dimasakin, selain itu mereka juga susah di suruh makan sayur jadi nggak ada ceritanya mereka request dimasakin sayur. Ayah statis pada jawaban terserah, dua bocah itu statis pada ayam goreng dan ikan pari, jadi ibu malas nanya ke mereka. jawaban paling masuk akal, murah meriah dan variatif ya tentu dari saya.
“tumis pakis terus udang goreng, bu” kata saya sambil menjentikkan jari seperti menemukan ide brilian.
Dua bocah itu mendengung seperti lebah, menolak mentah-mentah ideku. “kita nggak suka udang, apalagi pakis, uwwookk” katanya menirukan orang muntah. Iihhhh…
“kalian nggak bosan makan ayam-ayaman, pari-parian begitu, heh?” aku pernah nakut-nakutin mereka kalo pari itu adalah anak durhaka yang di kutuk ibunya, dan ayam adalah jelmaan hantu pohon beringin di kuburan. Mereka nggak mau tau, mimik mukanya bicara: NO EXCUSE!!
“Akak juga tak bosan makan sayur, tak sedap pun” kami melongo ke arah tivi, kejadiannya bisa sama dengan dengan upin-ipin episode kali ini.
“Nah kan, upin pun tak suke sayur, kitorang suke ayam goring, kak Ros makanlah sayur sendiri, jangan ajak kitorang” ledek adikku yang paling kecil. Dua bocah itu terkekeh. Merasa berhasil di bela upin-ipin.
Kadang saya ngedumel, ini ibu juga udah belasan tahun jadi ibu tapi masih aja suka nanya mau masak apa hmmm tapi sebenarnya bukan itu masalahnya, ibu hanya ingin memasak apa yang diinginkan anak-anaknya, kita bahkan nggak tau makanan kesukaan ibu apa.


*** 
Saya sekarang jadi seorang istri dari suami yang setiap pergi kerja selalu saya bekali makan siang alasannya biar hemat dan sehat. Dan disitu saya sering kebingungan mau masak apalagi, sama seperti ibu… suami saya juga sama seperti ayah, katanya terserah mau masak apa aja...
***

Baiklah agar tidak terjadi kebingungan Dari generasi ke generasi, nih saya kasi link resep masakan, katanya sih sederhana en gampang, yuk—yukk kita coba..!

Sabtu, 16 Mei 2015

Aku, angkot dan sepucuk lagu kenangan



Aku masih harus naik angkot sekali lagi untuk sampe ke kontrakan. Uuhh… aku terus melenguh dari terminal Lebak Bulus menuju tempat mangkalnya angkot KWK 12. Aahh aku masih aja kesel sama sopir angkot barusan, padahal tariff angkot Cuma 4 ribu tapi uangku yang 20 ribuan kembaliannya Cuma 10 ribu, terus dia buru-buru tancap gas sebelum aku selesai ngitung. Kan Karpet!! Untung suamiku bersikeras ngasi uang  lebih. Dia masih harus kerja lagi setelah kami menghadiri resepsi teman kantornya jadi aku pulang sendiri.


Angkot ke Pamulang, Parung, Ciputat, Ragunan, Kebayoran semua mangkal di terminal yang kabarnya akan jadi terminal terbesar se-jabodetabek, terminal Lebak Bulus. dengan sabar aku ngeladenin mereka yang terus teriak-teriakin aku: Mbak Parung mbaakk! Mbak Mulang-Mulang! Yok yookk Putat-Putat, mbak Ciputat mbak? Aku terus menggeleng sambil terus liar mencari angkot KWK 12, yang arahnya ke Ragunan. Panas, debu, klakson mobil-motor yang tidak sabaran, lengkap dengan teriakan-teriakan yang aku ceritakan tadi, belum lagi asap yang menyembur dari knalpot kendaraan mereka. Bikin Tambah panas!
Akhirnya aku nemu KWK 12 yang lagi mangkal di depan es dawet, sopirnya lagi minum es diluar. Aku masuk aja, terserahlah mau ngetem berapa lama yang penting aku udah dalam angkot, amanlah ga jadi sasaran teriakan para sopir. 2 menit, 3 menit sopirnya masih aja asik menenggak esnya dengan tempo lambat dan penuh penghayatan. 5 menit belum juga ada tanda-tanda mau narik. 6 menit es digelasnya habis. Alhamdulillah sebentar lagi jalan, kataku lega seperti habis ikut minum es dawet juga.
 “Tambah lagi segelas, Bang” kata Sopirnya mantap. Buseehh! Baru aja lega. Berapa lami lagi aku musti nunggu. Nunggu dalam angkot juga lumayan menykisa, dari tadi ibu-ibu disebelahku ngipas-ngipas terus, mungkin itu yang bikin sopir angkotnya minum es dawet aja lebay-nya kaya di iklan. Tapi panasnya jadi agak reda pas sopir angkotnya bilang, “dawetnya di bungkus aja, Bang. Gua minum sambil narik”. panasnya bener-bener hilang pas angkotnya jalan, mungkin karena angin tapi lebih mungkin lagi karena lagu yang di putar dalam angkot, nada-nadanya mengalun indah di tengah hiruk pikuk jalanan Jakarta, membawa sepoi-sepoi masuk ke kulit kepalaku yang dari tadi gerah, ku sandarkan badanku pada dinding angkot saat lirik pertama lagu itu dinyanyikan, lagu itu benar-benar berpengaruh magis dalam setiap inci tubuhku, dimanapun dan kapanpun aku mendengarnya, ada zat serotonin yang menggetarkan setiap selnya. Aku di bawa ke masa 3 tahun yang lalu ketika lagu ini mewakili suasana hatiku. Ketika lagu ini membuktikan janjinya bahwa memang benar lagu ini adalah adalah tentang kami: tentang aku dan kekasihku, tentang kami yang ingin berikat, tentang kami yang setengah mati oleh sebuah perpisahan.
Aku menerobos masuk kapal untuk melihat senyumnya lagi yang ternyata semakin membuatku tak rela melepas. Aku yang sesegukan masih mematung disaksikan mega dan ombak sampai  kapal yang membawanya tak terlihat lagi. Waktu telah membawanya berlalu, namun suara dan nyanyiannya masih tertinggal disini, sebagai obat dari gumpalan rindu yang amat menyiksa.
 

Bersama dengan alunan lagu ini, aku sadar tak ada masalah yang lebih menyiksa dari menunggu dan merindu, apalagi hanya masalah sopir angkot yang asik berlama-lama minum es, itu hanya masalah menunggu, bukan merindu. Ah, ingin sekali aku mentraktirnya minum es dawet lagi tapi uangku tidak cukup karena sopir karpet barusan.
 Aku merasakan lagi rindu dan cinta yang menggebu-gebu itu. Aku mencintaimu dengan segenap rasaku, suamiku…
Angkot terus gerasak gerusuk di tengah jalanan Jakarta yang pengap tapi terasa lengang. Sesekali ngerem mendadak, lalu negbut lagi, di klaksonin orang, dia klaksonin balik, mungkin sudah nalurinya sopir angkot ketika narik harus kebut-kebutan, ah aku malas peduli.  Toh, jok angkot yang setipis tisu ini rasanya empuk dan nyaman seperti jok mobil mewah yang kami tumpangi saat pergi resepsi tadi. Iya… selama lagu Stingky ini tetap mengalun…

Tetes air mata basahi pipimu…
Di saat kita kan berpisah
Terucapkan janji padamu kasihku
Takkan kulupakan dirimu
Begitu beratnya kau lepas diriku
Sebut namaku jika kau rindukan aku
Aku akan datang

Mungkinkan kita kan slalu bersama
Walau terbentang jarak antara kita
Biarkan kupeluk erat bayangmu
Tuk melepaskan semua kerinduanku

Lambaian tanganmu iringi langkahku
Terbersit tanya di hatiku
Akankah dirimu kan tetap milikku
Saat kembali di pelukanku

Begitu beratnya kau lepas diriku
Sebut namaku jika kau rindukan aku
Aku akan datang

Mungkinkan kita kan slalu bersama
Walau terbentang jarak antara kita
Biarkan kupeluk erat bayangmu
Tuk melepaskan semua kerinduanku

Kau kusayang
Slalu kujaga
Takkan kulepas selamanya
Hilangkanlah
Keraguanmu pada diriku
Di saat kujauh darimu