Sabtu, 13 Februari 2016

Maafkan aku suamiku



09-01-16
Suamiku, aku tidak tau apa aku harus bahagia atau sedih menantikan kelahiran anak pertama kita. Aku tau seharusnya aku bahagia karena kehamilanku sudah kita tunggu setahun lamanya, bahkan setelah dibumbui keguguran waktu itu.
Sayang, ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan kenapa semua ini terasa berat. Entah kenapa aku sudah terlalu sering merenggut kebahagiaanmu. Aku malu dan merasa banyak berhutang budi padamu. Seringkali kamu mengalah untuk kebahagiaanku.

Pertama, sejak lulus kuliah, kamu rela meninggalkan kampung halaman selama 1 tahun untuk mencari biaya menikahiku padahal aku tau, sejak dulu sebenarnya setelah lulus kamu ingin mengajar di sekolah, menyapaikan ilmu yang kamu dapat selama di bangku kuliah.
Kedua, setelah kita menikah, melalui proses pencarian kerja yang panjang, akhirnya kamu bisa meraih mimpimu yang tertunda, yaitu mengajar. Sebuah sekolah bernama MA-ALHIKAM memberikan sejarah baru untuk sukacitamu itu. kamu sangat menikmati peranmu sebagai seorang guru, meski digaji 100 ribu pertigabulan. Aku tau kamu belajar siang malam agar bisa memberikan yang terbaik pada anak didikmu. Aku bahkan baru kali ini melihatmu begitu bersahabat dengan buku, tak kenal tempat dan waktu. Saat kita mengunjungi orangtuaku, ranselmu akan terisi penuh dengan buku-buku tebalmu. Aku merasakan betapa kamu sangat menjiwai peranmu sebagai seorang pendidik.

Tapi suamiku, maafkan aku karena aku telah merenggut semua itu. aku diselimuti kebosanan  dan keinginan untuk melanjutkan kuliah lagi, aku tau berat buatmu untuk mengabulkan permintaanku, karena itu artinya kamu harus melepaskan AL-HIKAM.

Tiba, di Jakarta, kenyataan tak seindah bayangan, kita harus mencari kerja untuk bertahan ditengah kerasnya ibu kota. Hampir semua jenis kendaraan pernah kita coba, setiap hari kita keliling mencari kerja, tak mengenal takut meski baru 2 hari hidup di Jakarta. Terkadang kita harus berpencar dan menyusuri ibukota sendiri-sendiri dengan harapan salah satu diantara kita bisa secepatnya mendapatkan tumpuan hidup. sempat putus asa ingin pulang saja tapi akhirnya doa-doa kita dijawab oleh Allah, setlah hampir 2 bulan naik turun angkot-metromini, kita mendapatkan pekerjaan.

Pekerjaan ideal dengan gaji ideal yang kamu jalani hingga saat ini, menjelang 10 bulan. Kamu sangat mencintai pekerjaanmu ini, rekan kerja, sahabat dan pelanggan setia kamu dpatkan disini. Aku merasa dilimpahi keberkahan dan kemudahan.


10 bulannya kamu bekerja, itu berarti kandunganku akan menginjak usia 5 bulan. Itu berarti aku akan pulang untuk melahirkan, tak ada sanak saudara yang bisa diandalkan disini untuk membantuku melahirkan anak pertama kita. Aku sedih, sangat sedih dan merasa bersalah karena kita akan pulang lagi meninggalkan kepastian dan kemudahan yang kita dapatkan disini. Kembali lagi aku akan memisahkanmu dari apa yang kamu senangi, sahabat-sahabatmu, pasien-pasienmu dan pekerjaanmu. Maafkan aku sayang.



Menghadapi Uang

Aku memuji bagaimana orangtuaku dan keluarga dr pihak ibuku mengajarkan bagaimana aku menghadapi uang. Dan alhamdulillah aku tidak pernah sampai kelaparan atau merasa sangat miskin, meski kami (aku dan adik2ku) tidak bisa menikmati blackberry saat lagi booming, tidak bisa membeli pakaian di mall, tidak bisa mengikuti segala yang lagi trend, berpikir 10 kali membeli durian saat lagi mahal2nya tapi itu semua tidak membuat hidup kami berantakan. Sebenarnya hal2 sepele seperti itu yang membuat banyak orang merasa hidupnya amat miskin dan kekurangan, hingga lupa bersyukur apalagi untuk berbagi.

Aku bersyukur sekali adikku #Keyong tumbuh menjadi pria yang tidak pernah mendewakan uang, sebagai kakak, aku sering merasa dibuat seperti adik karena lebih sering diberinya uang. Karena dia ngga pernah menolak jika sewaktu2 aku minta, aku merasa segan. Begitupun sebaliknya. Saat punya uang (gajian, ada proyek), ibu adalah orang pertama yang akan diberikannya tanpa dikurangi.

Kadang2 suasana keluarga yag tidak pernah ada masalah soal uang, tidak ada istilah pelit atau prhitungan dalam keluarga membuatku begitu heran dengan keluarga yang pelit dan perhitungannya bikin mual2 tapi juga sekaligus menyadarkan betapa beruntungnya aku dibesarkan dengan keluarga yang tidak kaya tapi tidak menjadikan uang segalanya.

Semoga aku semakin bisa melihat keberagaman tapi tetap pada identitas diri. Mulai mampu menahan mual saat anyone who has been my family tetap setia menjadi peminta2 dan selalu merasa dirinya kekurangan agar dapat uluran bantuan.

Jadikanlah kami orang2 yang selalu bersyukur. Aamiin

Senin, 23 November 2015

Kenapa Ingin Punya Anak?



                                    
Siapa yang tak mau punya anak? Aku selalu membatin setiap pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan, “kapan punya anak?”, “Kok belum punya anak?”, “Belum mau punya anak ya?”,”Kok belum hamil juga?” pertanyaan itu ku dengar sinis meski intonasinya biasa saja. Mereka tidak pernah mengerti betapa telinga ini sangat bosan dengan pertanyaan semacam itu. Mereka juga tidak mengerti betapa telinga ini rindu sekali dengan tangisan bayi, teriakan anak-anak yang memanggil mama. Pun tangan ini begitu rindu dekap tubuh mungil dalam balutan selimut kecil, wangi bayi yang semerbak di setiap sudut rumah. Betapa aku ingin, ingin sekali memiliki buah hati. Sebuah harapan yang tidak pernah bosan ku minta pada Rabbku.

Hingga akhirnya keinginan yang menggebu-gebu ini membawaku pada sebuah pertanyaan “Kenapa aku ingin memiliki anak?” Apakah keinginan ini keluar hanya karena rasa serakah dan egois seorang manusia yang ingin memiliki apa yang belum dimiliki? Atau karena aku mulai sensitif mendengar pertanyaan "Kapan punya anak?” dan pertanyaan sejenisnya? Atau sekedar kecemburuan saja jika melihat teman-teman yang sudah mulai memiliki satu, dua, tiga.... momongan? Aku menundukkan kepala, pening, belum bisa menjawab pertanyaanku sendiri.

Suatu hari, aku menonton acara televisi yang menampilkan penghafal Al-Qur’an berusia 5,5 tahun. Dalam tayangan tersebut, orangtua dari hafidz cilik tersebut mengungkapkan bagaimana cara mendidik anaknya hingga menjadi anak yang soleh, “Berusaha meniru Tarbiyah Nabawi lith-Thif atau cara nabi mendidik anak”. Tuturnya.

Selesai menonton acara tersebut, aku tersadar bahwa bagi beberapa orang memiliki anak itu mungkin mudah tapi mendidiknya agar selalu terjaga dalam fitrahnya (Islam) tentu tidak mudah jika kita sebagai orangtua tidak belajar.

Aku mengubah pola pikir, dari berorientasi ingin segera memilki anak, menjadi  harus memilki kesadaran untuk mempersiapkan diri agar dapat menjadi Ibu yang kelak dapat mengemban amanah berharga dari Allah swt berupa anak-anak, aku ingin menjaga kelangsungan keturunan dengan melahirkan generasi-generasi muslim, yang akan bersama-sama berjuang mengagungkan nama Allah swt di muka bumi ini, Sebagai umat Rasulullah saw, aku ingin menggembirakan beliau dengan memperbanyak jumlah umatnya, InsyaAllah.

Selain itu, aku yakin dari lubuk hati terdalam, meski tidak diungkapkan, seorang suami pasti merindukan juga kehadiran buah hati. Kehadiran anak akan membawa ketenangan  kita sebagai orangtua ketika kelak akan beranjak meninggalkan dunia ini, sebab kita sudah memilki anak soleh/solehah yang akan selalu mendoakan kita. InsyaAllah…

Minggu, 22 November 2015

Mendidik Anak Generasi Cyber

Dalam teori generasi, anak yang lahir tahun 1995 keatas dikenal dengan generasi Z atau Generasi Cyber atau Generasi Internet. 

Generasi Cyber dipastikan akrab dengan berbagai teknologi dan media sosial, yang secara langsung atau pun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan kepribadiannya.
Namun, sebagai orangtua kita perlu menyadari dan hendaknya tetap mau belajar, setiap perubahan, sekalipun membawa kemajuan, juga akan mempunyai dampak negatif. Mungkin kita bangga bahwa dibanding kita dulu, anak-anak kita sekarang lebih mahir dan gandrung terhadap perkembangan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer.  Mereka dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan cepat, baik untuk kepentingan pendidikan maupun kesehariannya. 

Kebebasan anak berekspresi dan mengungkapkan perasaannya secara spontan sangat didukung dengan adanya media sosial. Begitu banyak kasus anak remaja yang menggunakan akun media social mereka untuk mengumpat orangtuanya. (Jika anda searching menggunakan kata kunci “nyokap bang*at” Anda akan menemuka puluhan tweet berisi umpatan anak untuk orangtua). Apa sebab? Pihak anak tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena banyak ibu yang melupakan kelekatan kasih sayang untuk anak-anaknya.
Tantangan membesarkan anak di era informasi ini sebetulnya sangat mengerikkan, jika kita tidak berusaha mengantisipasinya sedini mungkin karena tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Cara mendidik anak kebanyakan kita ambil dari bagaimana cara orangtua kita mendidik kita dulu. Tapi itu saja tidak cukup karena anak kita tidak lahir di zaman kita apalagi jaman kakek neneknya dulu. Jika orangtua zaman dulu membesarkan anak cukup dengan memberi makan walaupun setelah itu dimarah-marahi - anak tetap akan menjadi baik, tidak akan bertingkah macam-macam.
Lalu bagaimana seharusnya para orangtua menghadapi anak Generasi Cyber agar menjadi seperti yang kita harapkan?

>>  Jadilah Ibu Yang Dirindukan
Kata Rasulullah, nikahilah wanita yang memilki sifat wadud (kasih sayang) dan subur (bisa melahirkan) tapi kenyataannya banyak ibu yang bisa melahitkan tapi kurang memilki sifat kasih sayang.
Sifat kasih sayang seorang ibu mulai ditunjukkan ketika anak menyusui oleh karena itu jangan cepat-cepat disapih karena anak akan merasakan kenyamanan, kasih sayang, cinta kasih dan dekapan rasa aman saat di susui. Makanya ketika anak masih bayi, tidak ada istilah bau tangan, anak butuh segera digendong, karena dia butuh rasa aman dan cinta, kalau dibiarkan lama-lama, dia akan menjadi anak yang memikirkan diri sendiri, tidak memahami perasaan orang lain. 

Fungsi ibu memberikan rasa aman, sedang ayah, menegakkan aturan, ketika ibu sebagai ratu dirumah tidak lagi dirindukan, anak akan betah lama-lama diluar.
Lalu bagaimana menjadi ibu yang dirindukan di era digital dimana anak lebih betah bermain bersama gadget? Menurut Ustadz Bendri Jaisyurrahman, ibu seharusnya…

1. Bisa memasak
Memang, dalam kita fiqih manapun, tidak dijelaskan tugas utama ibu memasak, karena kita membangun rumah tangga, bukan rumah makan tapi seorang ibu harus bisa memasak, agar anak kangen dengan masakan ibu.

2. Bisa memijit
Anak sampai usia berapapun butuh dipeluk dan disentuh tapi anak yang sudah beranajak remaja mungkin sudah tidak nyaman dipeluk seperti ketika dia masih anak-anak, maka memijit adalah alternatif agar orangtua tetap dapat menyentuh sang anak.
Memijit di bagian punggung, telapak tangan dan perut akan membuat ikatan batin anak dan ibu tetap terjalin mesra sehingga anak terbiasa lancar menceritakan apapun pada ibunya. Makanya profesi tukang pijit tidak bisa diremehkan, selain menjadi tukang pijit, dia juga pasti mengetahui banyak cerita maupun rahasia orang yang dipijitnya.

3. Lebih Banyak Mendengar
Sudah menjadi kebiasaan, ibu akan mengeluarkan ribuan kata perhari (cerewet) kecuali sakit, adakalanya seorang ibu mampu mengerem diri untuk bicara banyak dan lebih banyak mendengarkan.
Misalnya seorang anak remaja yang tiba-tiba bercerita pada ibunya, “ibu, di sekolah ada yang naksir sama aku, lho” mendengar ini sang ibu tentu ingin nyerocos memberi nasihat, “ehh kamu jangan macam-macam ya, ibu kan udah bilang, naksir-naksiran begitu ga boleh, ga baik, awas ya!”. Berusahalah untuk tenang dan mendengarkan terlebih dahulu, ambil hatinya baru kemudian dinasihati pelan-pelan.

Senin, 07 September 2015

Meet n Greet With Tere Liye



Di Jakarta, bertemu orang-orang beken itu semudah membuka tutup botol *ini aku nyontek slogan yukbisnis.com* :D, cukup punya keberanian melawan macet dan punya nyali menaiki metromini yang errgghh aku agak susah mengistilahkan ini. Kasusnya begini, kakimu baru naik sebelah tapi metromininya sudah jalan dan pas mau turun, jangan harap supir metromininya sudi berhenti sempurna nungguin kamu turun dengan manis, dia akan tetap jalan, hanya lajunya yang diperlambat sebentar kemudian ngebut lagi. Ehmm sepertinya aku harus punya tulisan khusus episode metromini. Yang pasti errrggghhhh…

Kembali ke topic. Bersama orang beken itu aku pernah nonton bareng, pernah makan bareng bahkan sekamar bareng, siapakah dia? Jreng jreenggg dialah suamikuh kuh kuhh… gimanapun juga orang beken satu ini harus diakui eksistensinya agar tidak punah *apaan dah*

Di Jakarta, bertemu orang-orang beken itu semudah membuka tutup botol *nyontek slogan yukbisnis.com* tapi ngga semudah itu juga sih, kita harus punya keberanian melawan macet dan punya nyali menaiki metromini yang errgghh aku agak susah mengistilahkan ini. Kasusnya begini, kakimu baru naik sebelah tapi metromininya sudah jalan dan pas mau turun, jangan harap supir metromininya sudi berhenti sempurna nungguin kamu turun dengan manis, dia akan tetap jalan, hanya lajunya yang diperlambat sebentar kemudian ngebut lagi. Ehmm sepertinya aku harus punya tulisan khusus episode metromini. Yang pasti errrggghhhh…

 Tere Liye ada dalam list orang beken yang pengen aku mupengin secara live dan Alhamdulillah kemarin siang di JCC Senayan akhirnya kesampean ketemu Tere Liye di acara meet n greet with Tere Liye *excited*

Ada alasan lain kenapa aku merasa beruntung sekali ketemu Tere Liye, tentunya selain novel-novelnya yang selalu mampu membawaku ikut masuk kedalam cerita. Jadi begini *benerin posisi duduk* Tere Liye yang akrab dipanggil Bang Tere ini bisa dikatakan penulis sangat berbeda kalo ga mau dibilang misterius,  seperti pribahasa lempar apel sembunyi tangan *anggap aja bener* yang artinya dia membiarkan pembaca menikmati karyanya tanpa pembaca perlu tau banyak tentang dirinya dan kehidupannya, google juga hanya mampu memberikan informasi sekedar TTL, nama anak dan nama istrinya tanpa ada deskripsi mengenai itu. Hmm.. Sepertinya memang sengaja tidak mau dipublikasikan. Menolak menjadi populer diera obsesif terhadap diri sendiri ini bukankah sesuatu yang apa banget ya?

Selama membaca karya fiksi atau non fiksi *ehm.. rajin sekali saya membaca :D * ngga pernah ada selain Bang Tere yang nggak nulis biografi dihalaman terakhir bukunya. Halaman terakhir pada setiap buku Bang Tere hanya berisi informasi alamat email dan blog buat pesan bukunya. Dari alamat email tersebut orang-orang termasuk saya menyimpulkan nama asli Tere Liye adalah Darwis. Kerendahan hatinnya yang tidak ingin terlalu mempublikasikan dirinya adalah salah satu alasan khusus itu, salah satunya lagi, yang saya kagumi dari Bang Tere yang ternyata seorang konsultan keuangan adalah dia mengizinkan bukunya disebarkan dalam bentuk ebook secara cuma-cuma tanpa takut royaltinya berkurang padahal banyak penulis lain yang nggak rela bahkan ingin memperkarakan itu karena merasa karyanya dibajak. Oh.. He’s too different.

Kalo dilihat status fanpagenya, dalam bayanganku Tere Liye adalah sosok orangtua yang pakai kemeja batik dan celana bahan dengan gaya bicara seperti Kak Seto tapi ternyata kebalikannya, penampilannya sporty, anak muda banget, bicaranya tegas dan lantang oh ya ternyata dia sudah menelurkan 21 buku tapi aku baru baca beberapa saja… *ah dasar pemalas*
A fact on this note, Meet and Greet with Tere Liye, banyak sekali penggunaan kata ‘ternyata’ nya.

Last, He’s trully different…

Minggu, 12 Juli 2015

Detik-Detik Wafatnya Rasulullah SAW

 
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala nitu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”.”Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,”tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. ” Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.”Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.”Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii!” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?

Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim.

Senin, 06 Juli 2015

My Online Shop

Minggu kedua bulan ramadhan pusing banget, bukan karena migrain tapi karena online shop ku sedang banjir orderan *asiikkk* selain menyenangkan saat closing order, bisnis online juga menyisakan seklumit hal yang membuat kepalaku pening yaitu aku harus menangani pertanyaan orang-orang yang worry finger, niat banget pengen order tapi takut setengah mati akan penipuan, lalu pertanyaan orang awam yang tidak habis pikir, belanja online pengiriman dari Jakarta nyampai rumahnya yang di desa dengan cara apa, kemudian pertanyaan ABG alay yang haus mata kalo liat model fashion terbaru tapi nggak ngerti pembayaran via transfer bank. “aku bayar langsung aja ya sista, sist yang kerumahku, aku di Manokwari, nanti aku kasi alamat lengkapku”
“boleh, sista aja yang kerumahku, kita ketemuan di monas yaa” jawabku santai yang dibalas dengan keterkejutan luar biasa dari si penanya.
Kasusnya nggak sampai disitu aja, ada lagi yang sok pinter ngatur-ngatur, komennya pedas tapi nggak order-order.
“mbak, kenapa nggak ditaruh aja sih sekalian ongkos kirimnnya, kan orang jadi nggak nanya-nanya”
“terimkasih sarannya” jawabku manis jangan lupa taruh emot smile padahal dalam hati angry bird banget, iya kali gue taruh ongkir seluruh kecamatan se-Indonesia.
“ini ada warna lain nggak mbak?”
“ada, sedia semua warna yaa, mau warna apa mbak?”
“mbak, harusnya kalo ada warna itu di pajang aja semuanya jadi kan enak milihnya”
“terimakasih sarannya mbak, mbak mau warna apa nanti saya upload”
Koment nggak dibales, dia kabur.

Ada juga pembeli yang rempong, kaya mau pesen bakso nggak pake bawang, nggak pake seledri, nggak pake mangkok.
“sist, saya mau pesan yang baju yang ini tapi warna lain persis model begini tapi ngga usah ada karet pinggangnnya terus harus ada motif monyetnya, oya monyetnya juga yang berwarna biru ya”
“motif monyet blum ada sist”
“Ya Allah kok nggak ada sih?????”

Yang nggak kalah ngeksis di online shop adalah customer PHP. Dia komen di semua pict, “mbak aku mau ini… yg ini juga ya, yang ini dua, yang ini 3 ya mbak, yang ini 5 mbak.. oke totalin ya”
“total segini mbak, silakan transfer sejumlah bla bla bla  ke no.rek bla bla bla”
“oke”
Dua hari kemudian… mbak silakan lakukan pembayaran untuk orderan yang sudah di keep.
Hening tanpa balasan padahal statusnya tiap menit gonta ganti.

Pekerjaan apa sih yang ga ada challenge nya? Semua pasti ada kan? sejauh ini aku semakin terbiasa and so enjoy to do it… bahkan  sudah berani pasang label, high serve, low price, cutomerku juga banyak yang memuji begitu… Alhamdulilah