Sabtu, 16 Mei 2015

Aku, angkot dan sepucuk lagu kenangan



Aku masih harus naik angkot sekali lagi untuk sampe ke kontrakan. Uuhh… aku terus melenguh dari terminal Lebak Bulus menuju tempat mangkalnya angkot KWK 12. Aahh aku masih aja kesel sama sopir angkot barusan, padahal tariff angkot Cuma 4 ribu tapi uangku yang 20 ribuan kembaliannya Cuma 10 ribu, terus dia buru-buru tancap gas sebelum aku selesai ngitung. Kan Karpet!! Untung suamiku bersikeras ngasi uang  lebih. Dia masih harus kerja lagi setelah kami menghadiri resepsi teman kantornya jadi aku pulang sendiri.


Angkot ke Pamulang, Parung, Ciputat, Ragunan, Kebayoran semua mangkal di terminal yang kabarnya akan jadi terminal terbesar se-jabodetabek, terminal Lebak Bulus. dengan sabar aku ngeladenin mereka yang terus teriak-teriakin aku: Mbak Parung mbaakk! Mbak Mulang-Mulang! Yok yookk Putat-Putat, mbak Ciputat mbak? Aku terus menggeleng sambil terus liar mencari angkot KWK 12, yang arahnya ke Ragunan. Panas, debu, klakson mobil-motor yang tidak sabaran, lengkap dengan teriakan-teriakan yang aku ceritakan tadi, belum lagi asap yang menyembur dari knalpot kendaraan mereka. Bikin Tambah panas!
Akhirnya aku nemu KWK 12 yang lagi mangkal di depan es dawet, sopirnya lagi minum es diluar. Aku masuk aja, terserahlah mau ngetem berapa lama yang penting aku udah dalam angkot, amanlah ga jadi sasaran teriakan para sopir. 2 menit, 3 menit sopirnya masih aja asik menenggak esnya dengan tempo lambat dan penuh penghayatan. 5 menit belum juga ada tanda-tanda mau narik. 6 menit es digelasnya habis. Alhamdulillah sebentar lagi jalan, kataku lega seperti habis ikut minum es dawet juga.
 “Tambah lagi segelas, Bang” kata Sopirnya mantap. Buseehh! Baru aja lega. Berapa lami lagi aku musti nunggu. Nunggu dalam angkot juga lumayan menykisa, dari tadi ibu-ibu disebelahku ngipas-ngipas terus, mungkin itu yang bikin sopir angkotnya minum es dawet aja lebay-nya kaya di iklan. Tapi panasnya jadi agak reda pas sopir angkotnya bilang, “dawetnya di bungkus aja, Bang. Gua minum sambil narik”. panasnya bener-bener hilang pas angkotnya jalan, mungkin karena angin tapi lebih mungkin lagi karena lagu yang di putar dalam angkot, nada-nadanya mengalun indah di tengah hiruk pikuk jalanan Jakarta, membawa sepoi-sepoi masuk ke kulit kepalaku yang dari tadi gerah, ku sandarkan badanku pada dinding angkot saat lirik pertama lagu itu dinyanyikan, lagu itu benar-benar berpengaruh magis dalam setiap inci tubuhku, dimanapun dan kapanpun aku mendengarnya, ada zat serotonin yang menggetarkan setiap selnya. Aku di bawa ke masa 3 tahun yang lalu ketika lagu ini mewakili suasana hatiku. Ketika lagu ini membuktikan janjinya bahwa memang benar lagu ini adalah adalah tentang kami: tentang aku dan kekasihku, tentang kami yang ingin berikat, tentang kami yang setengah mati oleh sebuah perpisahan.
Aku menerobos masuk kapal untuk melihat senyumnya lagi yang ternyata semakin membuatku tak rela melepas. Aku yang sesegukan masih mematung disaksikan mega dan ombak sampai  kapal yang membawanya tak terlihat lagi. Waktu telah membawanya berlalu, namun suara dan nyanyiannya masih tertinggal disini, sebagai obat dari gumpalan rindu yang amat menyiksa.
 

Bersama dengan alunan lagu ini, aku sadar tak ada masalah yang lebih menyiksa dari menunggu dan merindu, apalagi hanya masalah sopir angkot yang asik berlama-lama minum es, itu hanya masalah menunggu, bukan merindu. Ah, ingin sekali aku mentraktirnya minum es dawet lagi tapi uangku tidak cukup karena sopir karpet barusan.
 Aku merasakan lagi rindu dan cinta yang menggebu-gebu itu. Aku mencintaimu dengan segenap rasaku, suamiku…
Angkot terus gerasak gerusuk di tengah jalanan Jakarta yang pengap tapi terasa lengang. Sesekali ngerem mendadak, lalu negbut lagi, di klaksonin orang, dia klaksonin balik, mungkin sudah nalurinya sopir angkot ketika narik harus kebut-kebutan, ah aku malas peduli.  Toh, jok angkot yang setipis tisu ini rasanya empuk dan nyaman seperti jok mobil mewah yang kami tumpangi saat pergi resepsi tadi. Iya… selama lagu Stingky ini tetap mengalun…

Tetes air mata basahi pipimu…
Di saat kita kan berpisah
Terucapkan janji padamu kasihku
Takkan kulupakan dirimu
Begitu beratnya kau lepas diriku
Sebut namaku jika kau rindukan aku
Aku akan datang

Mungkinkan kita kan slalu bersama
Walau terbentang jarak antara kita
Biarkan kupeluk erat bayangmu
Tuk melepaskan semua kerinduanku

Lambaian tanganmu iringi langkahku
Terbersit tanya di hatiku
Akankah dirimu kan tetap milikku
Saat kembali di pelukanku

Begitu beratnya kau lepas diriku
Sebut namaku jika kau rindukan aku
Aku akan datang

Mungkinkan kita kan slalu bersama
Walau terbentang jarak antara kita
Biarkan kupeluk erat bayangmu
Tuk melepaskan semua kerinduanku

Kau kusayang
Slalu kujaga
Takkan kulepas selamanya
Hilangkanlah
Keraguanmu pada diriku
Di saat kujauh darimu 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar