Jumat, 15 Mei 2015

Catatan Adik untuk Kakak




Umurku berbeda 3 tahun dari kakak perempuanku, tapi sepertinya orang-orang lebih sepakat kalau aku ini lebih tua , tinggiku berbeda 13 cm dengan kakak, begitupun berat badan, otot-ototku sudah terbentuk sebelum saya 17 tahun sementara dia masih sekecil wortel. Aku bangga, orangtua kami mendidik kami dengan sangat baik, jangan berantem dan menghormati kakak adalah salah satu hasil didikannya, begitupun sebaliknya kakak sangat menyayangiku, jarang sekali kami bertengkar, apalagi untuk urusan berebut sesuatu. Pernah waktu itu aku ingin sekali beli ganti velg motorku dengan yang lagi trend, ibu melarang, karena memang malas mengeluarkan budget untuk urusan yang tidak-tidak, tapi kakak, rela memberikan separuh jatah bulanannya untukku,tak di bagi saja bagiku uang bulanan kakak tak cukup, entah bagaimana caranya perempuan berkerudung lebar ini bisa mengirit. aku menolak, tapi seperti biasa kakak memaksa, menjejalkan itu di saku celanaku dengan sedikit marah-marah, “alaah.. jangan pura-pura nolak, padahal maunya lebih”. Atau ketika aku ketahuan bawa hape di sekolah, kakak yang kebetulan baru pulang liburan ku bisiki agar bersedia ke sekolah besok, ngambil hapeku yang di sita, kakak nggak marah-marah tapi besoknya kakak menimpukku pake hape yang berhasil di ambil dari guru. Dan yang paling kuingat,13 tahun lalau, saat aku berumur 7 tahun, aku hilang di keramaian waktu pasar malam,benar-benar hilang, ayah dan ibu mencariku disetiap arena permainan,mereka berteriak-teriak sampai serak. Dilain tempat aku menangis, mencari ayah dan ibu, tak ada MC yang bisa diminta mengumumkan namaku, pun mikrofon hanya dimiliki tukang obat yang lagi ‘of air’, kakak memohon tukang obat meminjamkan mikrofonnya, meski dengan syarat jarinya harus disayat agar darahnya keluar, untuk membuktikan pada penonton bahwa obatnya memang ampuh dapat menyembuhkan luka. Kakak setuju tanpa piker panjang. Dengan mikrofon di tangan, kakak naik ke atas rona-rona, membaca ayat kursi dengan penuh keyakinana bahwa jika aku di sembunyikan jin, jinnya akan menyerah dengan mendengar suara lirih ayat kursi-nya kakak, kakak memanggil-manggil namaku, aksinya menarilk perhatian semua pengunjung pasar malam, tak ada sahutan, kakak mengaji lagi,memanggil lagi, mengaji lagi begitu terus sampai aku datang memanggil kakak di bawah rona-rona. kami menangis berpelukan seperti sudah terpisah puluhan tahun.
***
Ketika lulus SMP, itu berarti sama dengan kakak baru lulus SMA. Dari jauh-jauh hari ibu dan ayah sudah bingung memikirkan biayaku yang masuk SMA dan kakak yang akan masuk kuliah, ayah yang pekerja serabutan belum mampu memecahkan masalah tersebut. Disitulah perdebatan cukup alot terjadi antara aku dan kakak.
“aku sampai sini aja sekolahnya , SMA udah cukup kok, bu”
“nggak, aku nggak mau sekolah, aku sampai SMP saja, males”
“eh apa-apaan, kamu itu laki-laki, masa pendidikan Cuma sampai SMP, jangan macem-macem, pokoknya kamu harus ngelanjutin, kamu harus masuk SMK, ambil jurusan otomotif, kakak tau banget kamu bakat disitu”
Aku tercenung, ada perasaan haru disitu. aku memang suka otomotif, tapi jujur aku bosan dengan suasana sekolah, duduk dalam kelas, mendengarkan ceramah guru, membuatku  sering ngantuk dan pusing yang berujung mual. Aku teringat diary kakak yang pertama kali kubaca tak sengaja, lalu selanjutnya menjadi bacaan saya yang disengaja. Disitu ytertulis, harapan dan mimpi-mimpi kakak, keinginananya mengangkat derjat keluarga dengan menjadi orang berprestasi. Keinginan kakak yang besar ingin menjadi seorang guru. Ku baca juga rasa cintanya yang sering diulang-ulang pada kami-adik-adiknya. Kakak harus lanjut kuliah!
“aahh pokoknya aku ga mau sekolah, kakak saja yang kuliah” tegasku.
Kakak melotot ke arahku, bersiap mencermahiku panjang lebar,bahwa aku akan jadi kepala keluarga, aku nanti akan jadi tumpuan anak istri, aku akan bla bla bla…
“kakak faham sekali dengan dunia pendidikan, aku yakin itu akan jadi motivasi buat kakak. Kakak dari dulu juara kelas, ikut lomba sana sini, juara lomba ini itu, kakak lebih pantas diperjuangkan untuk sekolah. Aku bisa otomotif secara otodidak, atau aku janji nanti aku akan kursus untuk itu. kalau di paksakan nanti aku bisa bolos setiap hari” kataku lantas meninggalkan ruangan yang senyap mendengarkan ocehanku dalam tempo sangat lambat, ayah ibu yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara, ku dengar dari kejauhan, ayah sepakat dengan pendapatku, kakak yang lanjut kuliah dan aku cukup sampai disini. Aku kembali ke tempat, tersenyum puas penuh kemenangan, kulihat genangan air di mata kakak. Kakak menangis menepuk-nepuk bahuku.
Kakak berangkat ke kota, merantau lagi untuk sebuah pendidikan, dan aku berjuang ke tanah Sumatera mencari nafkah, aku sudah besar meski umurku belum 17 tahun. Ibu dan ayah sempat melarang tapi kakak harus bisa menyelesaikan pendidikannya, aku harus bantu ayah untuk pendidikan kakak!
***
“Kakak lulus cumlaude dik” kata kakak sumringah terdengar dari telepon, konon cumlaude itu sebutan untuk yang nilainya tinggi, entah berapa, mungkin 9. Hari ini kakak wisuda, kakak berteriak-teriak memintaku pulang 2 bulan sebelumnya tapi aku tak bisa karena keberadaanku semakin jauh saja, sekarang aku berada di Singapura, menjadi TKI di Negara singa ini, lebih tepatnya sebagai kuli bangunan, aku bahagia kakak menjadi sarjana. 3 bulan kemudian kakak dapat pengumuman, ia  dapat beasiswa melanjutkan S2 di Inggris. Ah, apa kubilang, kakak memang hebat!
“aku sedang menyelesaikan atap gedung, badanku terpanggang matahari, tapi saat ini angin sepoi-sepoi menyusup masuk, aku merasakn semilir. Alhamdulillah kakak ku sekarang menjadi mahasiswa di Inggris” tulisku di akun facebook-ku.


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar